Saturday, May 9, 2015

Perbedaan Kanker, Tumor dan Kista di Payudara


Sebagian besar wanita masih tidak dapat membedakan antara kista, tumor dan kanker pada payudara sehingga tidak jarang ada yang panik ketika mendeteksi kemungkinan adanya salah satu penyakit ini di payudara mereka. Atau sebaliknya ada juga yang justru menyepelekan.

Berikut perbedaan dan keterangan-keterangan bermanfaat seputar kista, tumor dan kanker pada payudara wanita yang dipaparkan oleh Walta Gautama, seorang spesialis Onkologi :


  • Pada dasarnya baik kanker, tumor maupun kista memiliki gejala yang sama berupa timbulnya benjolan di bagian payudara.
  • Benjolan kanker biasanya keras dan hanya ditemukan di satu sisi payudara sedangkan benjolan kista sering berpindah-pindah atau berjalan.
  • Benjolan kanker biasanya sakit jika ditekan dan pinggiran benjolannya tidak rata.
  • Baik kista maupun kanker merupakan golongan tumor. Jika kista merupakan benjolan tumor yang isinya cair, kanker merupakan tumor padat yang lebih ganas.
  • Biasanya kista bisa hilang seiring wanita memasuki masa menopause.
  • Adanya mitos yang berkembang di masyarakat bahwa tumor jinak atau kista jika dioperasi dapat mengakibatkan kanker menyebabkan banyak wanita yang salah penanganan terhadap tumor yang mereka derita. Mitos ini berkembang kuat karena beberapa orang yang pernah dioperasi dan kemudian terkena kanker telah menyebarkan isu bahwa operasi justru dapat menyebabkan kanker. Padahal kasus seperti ini hanyalah 10 persen dari total kasus.
  • Sebaiknya wanita melakukan pemeriksaan payudara secara berkala selama 6 bulan sekali dan juga melakukan pemeriksaan di daerah payudara 7 hari setelah haid pada saat hormon esterogen sedang rendah. Untuk wanita yang sudah memasuki masa menopause, pemeriksaan dapat dilakukan kapan saja asalkan di tanggal yang sama.
  • Secara statistik, pada kanker stadium 1 terdapat benjolan dengan ukuran sekitar 2 cm dan dapat mencapai kesembuhan 100%; untuk kanker payudara stadium 2 dapat mencapai kesebuhan hingga 80%; stadium 3 kesembuhan 60% dan stadium 4 dapat mencapai kesembuhan hingga 20%.


Lemak Pada Perut Akan Semakin Tebal Karena Insomnia


Siapa sangka ternyata insomnia dapat menyebabkan lipatan-lipatan lemak di bagian perut anda bertambah. Demikian kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan asal Inggris.  Seperti di lansir oleh Genius Beauty, dari hasil penelitian ini disimpulkan kalau sukses atau tidaknya diet anda bukan hanya ditentukan oleh menu makanan yang seimbang serta olah raga yang teratur namun juga ditentukan oleh kualitas tidur anda pada malam hari.

Ternyata tidur sangat mempengaruhi proses metabolisme tubuh, itulah sebabnya jika anda kurang tidur di malam hari bisa menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas. Para ilmuwan sepakat bahwa usaha menglangsingkan tubuh dengan menjalankan diet ketat hanya akan sia-sia jika tubuh anda kurang beristirahat di malam hari karena metabolisme tubuh anda akan berjalan secara lambat.

Sebaliknya menurut informasi yang dirilis para ahli, kebanyakan tidurpun ternyata tidak baik dampaknya pada program diet anda, karena dapat mendorong terbentuknya muffin top pada perut anda. Muffin top adalah istilah untuk perut yang berlipat dimana ketika anda dalam posisi duduk perut akan terlihat seperti kue mangkuk yang menutup.

Menurut seorang profesor dari laboratorium di School of Medicine, University of Brighton, Bruce Locker, rusaknya pola tidur manusia pada dasarnya dilakukan oleh manusia itu sendiri. Berdasarkan data yang ia miliki ada sekitar 30 persen penduduk dunia yang tidak memperoleh waktu tidur yang cukup dan menyebabkan mereka menderita insomnia kronis.

Benarkah Produk Mengandung Glukosamin Dapat Atasi Gangguan Sendi?


Akibat penuaan, terjadi penipisan tulang rawan di daerah persendian yang kemudian sering menyebabkan timbulnya gangguan sendi. Bersamaan dengan itu juga makin banyak produk kesehatan (suplemen) yang mengklaim dapat mengembalikan kerusakan pada sendi ini dimana kebanyakan produk yang ditawarkan mengandung glukosamin.

Lantas apakah benar bahwa produk-produk yang mengandung glukosamin ini dapat memperbaiki gangguan sendi ini?

Sapto Adji Hardjosworo , seorang dokter spesialis ortopedi RS Premier Bintaro mengatakan bahwa tidak sepenuhnya benar produk-produk mengandung glukosamin dapat memperbaiki kondisi sendi yang rusak, karena  untuk dapat mencapai bagian sendi dan mengembalikan kondisi tulang rawan pelapis sendi maka glukosamin yang dikonsumsi haruslah dalam jumlah banyak sedangkan glukosamin pada produk-produk suplemen dan susu jumlahnya sangat sedikit karena harus dikonsumsi dengan cara diminum. Atau ada juga yang dalam bentuk produk oles seperti salep.

Menurut Sapto, kandungan glukosamin yang terlalu sedikit pada produk-produk tersebut belum tentu mampu memulihkan kondisi tulang rawan yang sudah terkikis pada sendi.

Glukosamin memang merupakan salah satu bahan penyusun tulang rawan pada sendi manusia sehingga dengan mengkonsumsi produk yang mengandung glukosamin diharapkan mengembalikan tulang rawan yang menipis karena proses penuaan. Namun pada kenyataannya tulang rawan pada sendi sangat sedikit dialiri darah karena minimnya pembuluh darah di bagian ini, artinya glukosamin yang dikonsumsipun akan sulit untuk mencapai bagian tulang rawan ini.

Polusi Udara Mampu Percepat Penuaan Otak

Seiring pertambahan usia, semua bagian tubuh manusia akan mengalami penuaan termasuk juga otak manusia. Namun proses penuaan ini ternyata dapat dipercepat oleh faktor-faktor lain selain faktor usia. Salah satunya adalah polusi udara.

Dari sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa paparan polusi udara jangka panjang mampu memacu penuaan otak semakin cepat dan menjadikan anda memiliki resiko tinggi untuk terserang stroke. Studi ini mendukung studi sebelumnya yang menyatakan bahwa polusi udara berkaitan erat dalam meningkatkan resiko penyakit pada manusia dan perkembangan otak pada anak.

Pada penelitian ini juga ditemukan adanya hubungan antara volume otak dengan paparan polusi udara yang cukup tinggi.

Berapa Banyak Jumlah Ideal Nasi Yang Sebaiknya Kita Makan?



Sebagian orang mengonsumsi jumlah nasi yang lebih banyak dibanding lauk pauknya ketika makan, dan ada juga yang sebaliknya mengonsumsi jumlah nasi yang lebih sedikit. Sementara ada juga sekelompok orang yang dengan sengaja mengurangi porsi nasi dengan alasan kesehatan atau diet. Namun sebenarnya berapa sih jumlah ideal nasi yang harus kita makan?                                                                  
Seperti diketahui, karbohidrat kompleks berada di paling dasar piramida makanan yang berarti karbohidrat dikonsumsi dalam jumlah paling banyak jika dibandingkan dengan unsur lain seperti mineral, protein dan lemak. Namun demikian tidak berarti kita harus mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat secara berlebihan.

Kebutuhan karbohidrat bagi tubuh manusia adalah sekitar 50% – 60% dari total kebutuhan tubuh setiap hari. Artinya yang harus diperhatikan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat per hari, bukan seberapa banyak asupan karbohidrat yang dapat kita berikan kepada tubuh.

Menurut Dokter Gizi Dr. Luciana B Sutanto, MS. SpGk yang berpraktek di RSIA Gladiool, Magelang, jumlah nasi yang dibutuhkan dikonsumsi tubuh setiap orang berbeda-beda. Kebutuhan ini dipengaruhi banyak faktor seperti usia, aktivitas fisik, jenis kelamin, tinggi dan berat badan hingga faktor kesehatan atau penyakit yang diidap.

Menurut Dr. Luciana ada beberapa cara yang bisa kita gunakan untuk mengetahui jumlah ideal nasi yang sebaiknya kita konsumsi setiap hari. Cara pertama adalah dengan menggunakan kepalan tangan sebagai ukuran. Nasi sebanyak satu kepalan tangan dinilai mampu memenuhi  kebutuhan karbohidrat tubuh masing-masing. Sedangkan cara kedua adalah dengan mengkonsumsi nasi sebanyak 6-9 sendok makan per sekali makan dimana jumlah ini sudah dapat memenuhi 50-60% kebutuhan tubuh akan karbohidrat.

“Bila saat makan sulit mengkonsumsi nasi dalam jumlah sedikit dapat diimbangi dengan memperbanyak lauk pauk seperti sayur, tahu, atau protein lainnya,” katanya.